Penjelasan dr Indah Puspitasari Soal Trend Covid-19 Saat Ini

1BANGSA.ID – Virus COVID-19 kini tidak lagi menjadi ancaman besar seperti awal muncul di Kota Wuhan, Hubei, Tiongkok pada tanggal 31 Desember 2019. Penanganannya pun telah mengalami perubahan signifikan seiring statusnya yang telah menjadi endemis.

Hal ini disampaikan Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Wahab Sjahranie Samarinda, dr. Indah Puspitasari.

“Karena kan virus COVID-19 ini sudah jadi endemis ya. Jadi sudah gak menjadi apa-apa,” ujar dr. Indah saat ditemui di Samarinda, Kamis (19/6/2025).

Ia menjelaskan, virus yang saat ini beredar di masyarakat umumnya merupakan turunan dari varian Omicron.

“Yang ada di Indonesia ini kan diduga Omikron, anak cucunya Omikron, NP181 itu,” ujarnya.

Menurutnya, prosedur tes swab hanya dilakukan kepada pasien yang menunjukkan gejala. Meski begitu, perlakuan terhadap pasien COVID-19 saat ini tidak lagi seketat masa pandemi.

“Kalau orang itu bergejala, nah baru kita lakukan swab. Tetapi perlakuannya tidak seperti masa lalu. Ya sudah, karena itu seperti flu-flu biasa kan. Tidak berbahaya dan tingkat keparahannya pun jauh berkurang dibandingkan zaman dulu,” paparnya.

dr. Indah juga mengungkapkan bahwa sebagian besar pasien yang dirawat di rumah sakit bukan karena COVID-19 itu sendiri, melainkan penyakit penyerta lainnya.

“Kalau masuk rumah sakit itu bukan karena COVID-nya, tapi karena penyakit lainnya. Misalnya stroke, terus bergejala, ya sudah kita periksa. Kita obati strokenya, batuk pileknya juga kita obati biasa saja,” terangnya.

Meski status endemis telah ditetapkan, RSUD AWS masih menerapkan isolasi bagi pasien positif COVID-19. Hal ini karena prosedur tetap (protap) dari Kementerian Kesehatan belum berubah.

“Protapnya belum berubah. Jadi perlakuannya masih seperti itu. Tapi kalau dibandingkan dengan TBC, justru sekarang TBC lebih berbahaya dari sisi penularan dan tingkat keparahan,” tegasnya.

dr. Indah berharap ke depan akan ada pembaruan dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan COVID-19 dari pemerintah pusat agar pasien positif dapat dirawat bersama pasien lainnya, mengingat gejala yang ringan dan tidak menular seperti dahulu.

“Mungkin nanti kalau Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan SOP terbaru, pasien COVID-19 bisa dirawat bareng dengan pasien lain. Karena memang tidak perlu perlakuan khusus lagi,” ujarnya.

Ia bahkan menyebut bahwa hasil tes antigen positif belum tentu mencerminkan kondisi yang serius, karena bisa saja antibodi dari infeksi sebelumnya masih terbaca.

“Kalau kita dulu pernah kena, itu namanya IgG-nya masih ada. Jadi kalau periksa bisa positif juga. Mungkin saya di-swab sekarang juga bisa positif,” katanya sambil tersenyum.

Menariknya, dr. Indah menyoroti bagaimana istilah “COVID” masih menjadi momok di masyarakat, meskipun dampaknya kini tidak sebesar dulu.

Ia bahkan mengaku sempat berpikir kalau bisa menganti nama covid 19 ini tentu akan dengan segera mengganti nama penyakit ini agar tidak menimbulkan kepanikan.

“Kalau saya itu bisa merubah nama COVID jadi Rizki kah, Rahmat kah?’ Biar orang gak heboh, Karena COVID itu membawa trauma bagi kita semua. Baik dari segi kesehatan, psikologis, maupun ekonomi.”katanya.

Meskipun demikian, penggunaan istilah “COVID” masih dipertahankan oleh WHO dan Kementerian Kesehatan, yang menurutnya memperpanjang kekhawatiran masyarakat.

“Padahal ini sudah anak cucunya COVID, generasi kesekian. Dan kita tahu Omicron itu tidak seperti Delta. Kalau Delta kan memang parah, kalau ini lebih ringan,” Pungkasnya.

Reporter : Yani | Editor : Wong

Share Post
Comments (0)
Add Comment