1BANGSA.ID— Wacana Pemerintah Kota Samarinda membangun sistem transportasi publik modern berupa Light Rail Transit (LRT) ditanggapi anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, Andriansyah. Dia menilai pemerintah sebaiknya fokus dulu pada pembenahan moda transportasi publik yang sudah ada, ketimbang terburu-buru merealisasikan proyek LRT.
“Pemerintah sebaiknya lebih dulu meningkatkan kapasitas angkutan umum yang sudah ada, seperti BRT, angkot, dan bus sekolah. Armada ini masih bisa dikembangkan dan lebih cepat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ujar Andriansyah, Sabtu (28/6/2025).
Andriansyah menekankan, pembangunan LRT di Samarinda berisiko menimbulkan persoalan baru, khususnya pembebasan lahan di kawasan padat penduduk.
“Selain memakan biaya besar, pembangunan LRT bisa menimbulkan masalah baru karena harus membebaskan lahan di tengah kota,” tegasnya.
Sebagai alternatif, ia mengusulkan konsep mini LRT (Light Rail Transit) atau Downtown MRT (Mass Rapid Transit) yang hanya melayani kawasan bisnis dan perkantoran, seperti jalur antara Lembuswana dan kompleks Pemkot.
Berdasarkan data Dinas Perhubungan Samarinda (2024), transportasi publik di Samarinda saat ini didominasi oleh angkutan kota (angkot) dengan 17 trayek aktif, armada Bus Rapid Transit (BRT) Trans Kaltim, dan beberapa bus sekolah. Namun utilisasi armada relatif rendah.
BRT Samarinda hanya mampu melayani rata-rata 5.000–7.000 penumpang per hari, jauh di bawah potensi kebutuhan yang diperkirakan mencapai 20.000 penumpang per hari.
Jumlah angkot pun menurun drastis dari sekitar 1.500 unit pada 2010 menjadi hanya sekitar 700 unit pada 2024, seiring penurunan minat masyarakat.
Konektivitas antar wilayah juga dinilai masih lemah, terutama ke area pinggiran seperti Samarinda Seberang, Loa Janan Ilir, dan kawasan bandara APT Pranoto.
Dorongan Infrastruktur Pendukung
Selain LRT, Andriansyah juga menekankan pentingnya pembangunan Jalan Lingkar Luar Samarinda. Jalur ini diharapkan dapat mengalihkan kendaraan berat dan bus antarkota agar tidak menambah beban lalu lintas di dalam kota.
“Kalau untuk jalur kereta dari bandara ke kota, itu masih masuk akal. Karena setiap hari ada kendaraan menuju bandara yang menambah kemacetan. Apalagi kalau sedang banjir, banyak penumpang yang kesulitan sampai ke sana,” pungkasnya.
Sejumlah pengamat transportasi menyebut, pembenahan angkutan massal eksisting seperti BRT dan integrasi tiket digital, revitalisasi terminal, serta penambahan feeder bus akan lebih relevan untuk kebutuhan mendesak warga kota.
Proyek LRT baru akan layak ketika jumlah penumpang dan jaringan pendukung sudah siap, dengan studi kelayakan yang matang agar tidak menjadi beban APBD. #
Reporter: Wong | Adv