Ketika Bankaltimtara Menjadi Motor Ekonomi Kerakyatan

1BANGSA.ID – Di sebuah aula di lantai 6 Gedung Bankaltimtara Samarinda, para pemimpin daerah, akademisi, dan pegiat koperasi duduk berdampingan. Forum Sinergitas Kemitraan Perbankan, Pemerintah Daerah, dan Perguruan Tinggi ini bukan sekadar rapat biasa — di sinilah langkah konkret menuju desa mandiri mulai digerakkan.

Di Kalimantan Timur, kata ‘desa’ sering hanya muncul di angka-angka statistik. Namun faktanya, hampir 45 persen populasi Kaltim masih tinggal di wilayah perdesaan, dengan kontribusi sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan yang menopang 13–15 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi setiap tahunnya.

Namun, pertumbuhan ekonomi perdesaan Kaltim punya tantangan panjang: masih terpaku di angka 3–4 persen per tahun, di bawah rata-rata provinsi yang pada 2024 lalu menembus 5,2 persen, berkat sektor tambang dan industri migas.

Dalam forum sinergi itu, Direktur Utama Bankaltimtara, Muhammad Yamin, dengan tegas memaparkan strategi. Bank milik daerah ini tidak hanya menyalurkan kredit, tetapi juga mendorong literasi keuangan, digitalisasi, hingga tata kelola koperasi dan BUMDes agar tak lagi jalan di tempat.

“Kesejahteraan desa lahir dari kemandirian. Dan kemandirian butuh keberanian memutar roda ekonomi sendiri. Di sinilah koperasi dan BUMDes jadi tumpuan,” ujarnya di hadapan peserta.

Hingga pertengahan 2025, Bankaltimtara telah merealisasikan pembiayaan ke enam koperasi aktif di Kaltim. Meski baru sebagian kecil dari ratusan koperasi desa, inisiatif ini menjadi titik tolak bagaimana ‘uang rakyat’ bisa kembali ke desa — bukan sekadar numpang lewat.

Koperasi Merah Putih: Solidaritas yang Dilahirkan Gotong Royong

Di forum yang sama, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kaltim, Heni Purningsih, menjelaskan bagaimana konsep Koperasi Merah Putih dihidupkan dari semangat gotong royong warga desa.

“Sudah banyak koperasi Merah Putih terbentuk di berbagai daerah. Kami tinggal menunggu arahan teknis dari Kementerian Koperasi untuk launching serentak 21 Juli,” jelas Heni.

Koperasi Merah Putih diharapkan jadi tulang punggung penguatan ekonomi warga — bukan hanya wadah simpan pinjam, tetapi juga penggerak bisnis lokal seperti hasil pertanian, perkebunan rakyat, hingga usaha mikro.

Dari sudut kampus, Zainal Abidin, Dekan FEB Universitas Mulawarman, mengingatkan pentingnya pendekatan ilmiah agar BUMDes tidak sekadar nama di papan nama kantor desa.

“Banyak BUMDes lahir, tapi tak punya studi pasar atau roadmap bisnis yang jelas. Di sinilah peran akademisi: mendampingi perencanaan, tata kelola, sampai evaluasi,” katanya.

Menuju Desa Tumbuh di Atas Kaki Sendiri

Kepala DPMPD Kaltim, Puguh Harjanto, menegaskan pertumbuhan ekonomi desa tidak akan lepas dari kerja sama lintas sektor. Pemerintah daerah, bank daerah, akademisi, dan tentu warga desa itu sendiri harus berjalan beriringan.

Data Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kaltim mencatat, sejak 2021, jumlah BUMDes aktif meningkat 18 persen. Meski kontribusi ke PDRB belum signifikan, tren ini membuktikan desa di Kaltim tidak lagi pasif menunggu bantuan, tapi mulai aktif jadi pusat ekonomi kecil yang nyata.

Di penghujung forum, satu kesimpulan menguat: jika desa tumbuh, Kaltim akan berdiri lebih kokoh. Ketika kota sudah padat dan sektor tambang mulai perlahan menurun, maka desa dengan lahannya yang luas, warga yang mau gotong royong, dan koperasi yang kuat adalah harapan baru.

Di sinilah Bankaltimtara memantapkan diri, menjadi penggerak roda ekonomi dari pinggiran. Dari pinjaman kecil koperasi, pelatihan digitalisasi BUMDes, hingga literasi keuangan untuk ibu-ibu desa — setiap langkah kecilnya menambah angka pertumbuhan yang selama ini berjalan lambat.

Karena membangun desa bukan soal angka semata, tetapi soal kemandirian, rasa memiliki, dan solidaritas yang tak mudah dibeli. #

Reporter: Char

Share Post
Bankaltimtara
Comments (0)
Add Comment