SAMARINDA – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Timur mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat yang telah lama tertunda. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar di Rumah AMAN Kaltim, Kamis (22/2/2024).
Menurut Ketua AMAN Kaltim, Saiduani Nyuk, RUU Masyarakat Adat merupakan salah satu janji Presiden Joko Widodo yang belum ditepati. Padahal, RUU tersebut sangat penting untuk memberikan perlindungan hukum dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat yang seringkali menjadi korban perampasan wilayah dan kriminalisasi.
“Kami menuntut pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat, karena ini menyangkut nasib dan hidup masyarakat adat. Jika tidak, maka presiden telah menghianati, membodohi, dan melakukan pembohongan publik kepada kami,” kata Nyuk.
Nyuk menyebutkan, berdasarkan data AMAN, ada sebanyak 301 kasus perampasan wilayah seluas 8,5 juta hektar dan 672 kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat di seluruh Indonesia. Di Kalimantan Timur sendiri, ada beberapa kasus yang menonjol, seperti penangkapan 12 orang masyarakat adat Kampung Dingin, Kutai Barat, dan intimidasi terhadap warga Desa Telemow, Penajam Paser Utara, yang berkonflik dengan perusahaan perkebunan.
“Kasus-kasus ini menunjukkan betapa rentannya masyarakat adat terhadap ancaman dan pelanggaran hak-haknya. Kami membutuhkan RUU Masyarakat Adat untuk melindungi kami dari segala bentuk pembangunan atau investasi yang mengancam ruang hidup kami,” ujarnya.
Senada dengan Nyuk, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, Fathul Huda, juga menekankan pentingnya pengesahan RUU Masyarakat Adat.
Ia mengatakan, LBH Samarinda telah mendampingi sejumlah kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat di Kalimantan Timur, dan menemukan banyak kesulitan dalam proses hukumnya.
“Salah satu masalah utama adalah tidak adanya definisi yang jelas tentang siapa itu masyarakat adat dan apa hak-haknya. RUU Masyarakat Adat dapat memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi masyarakat adat, sehingga mereka tidak mudah dikriminalisasi atau dipersulit,” kata Huda.
Huda juga menambahkan, dalam proses pembahasan dan pengesahan RUU Masyarakat Adat, pemerintah harus melibatkan masyarakat adat secara aktif dan partisipatif.
Ia menginginkan agar masyarakat adat dapat memberikan masukan dan saran dari awal hingga akhir, agar RUU tersebut sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi mereka.
“Kami berharap presiden dan DPR dapat mendengarkan suara masyarakat adat, dan segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat. Ini bukan hanya demi kepentingan masyarakat adat, tetapi juga demi kepentingan bangsa dan negara,” tutup Huda
Sebagai pernyataan sikap terhadap mandeknya pengesahan RUU Masyarakat Adat, AMAN Kaltim menyuarakan empat poin tuntutan diantaranya,
1. Mendesak PTUN Jakarta untuk mengabulkan gugatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) terkait permohonan pengesahan RUU Masyarakat Adat Kepada Presiden dan DPR RI.
2. Mendesak Pemerintah untuk segerah mengesahkan RUU Masyarakat adat serta mengambil langkah kontrit untuk memulikan hak-hak masyarakat adat yang selama ini di diskriminalisasi.
3. Mendesak Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur untuk melakukan percepatan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat.
4. Menghentikan segala bentuk pembangunan ataupun investasi yang mengancam ruang hidup masyarakat adat.
Teks foto : suasana Konferensi Pers Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Timur (Kaltim), (22/2/2024) (Sandi/Berita Kaltim)