1bangsa.id, SAMARINDA – Kota Samarinda berada di persimpangan krusial dalam menghadapi ancaman kemacetan dan peningkatan emisi karbon dari kendaraan bermotor. Dalam merespons situasi ini, Dinas Perhubungan Kota Samarinda menggulirkan agenda strategis berupa peremajaan dan revitalisasi angkutan umum guna membangun sistem transportasi yang berkelanjutan dan efisien.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Samarinda, Hotmarulitua Manalu, yang dikenal akrab dengan panggilan Manalu, menyampaikan keprihatinannya terkait kondisi transportasi kota yang saat ini didominasi kendaraan pribadi, terutama sepeda motor dan mobil, yang berkontribusi besar terhadap emisi gas rumah kaca serta membebani anggaran negara.
“Jangan sampai konektivitas antar-kecamatan dan kelurahan hanya berbasis kendaraan pribadi. Jika dibiarkan, kita akan menghadapi krisis kemacetan dan beban lingkungan yang berat,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (8/5/2025).
Menurutnya, tingginya kepemilikan kendaraan di Samarinda satu keluarga bisa memiliki hingga dua mobil dan empat motor memperburuk kondisi jalan yang kapasitasnya terbatas. Kemacetan pun tak terelakkan, dan dampaknya merembet ke mana-mana: dari efisiensi waktu hingga beban ekonomi dan ekologis.
“Setiap kendaraan yang berhenti dan melaju secara berulang saat macet, selain bikin ban cepat aus, juga menyebabkan konsumsi bahan bakar meningkat. Ini boros sekali,” tegasnya.
Lebih lanjut, Manalu menyebut bahwa sebagian besar kendaraan pribadi di kota ini masih menggunakan BBM bersubsidi. Artinya, semakin banyak kendaraan, semakin besar pula beban subsidi yang ditanggung APBN.
“Ini bukan hanya persoalan lalu lintas, tapi juga menyangkut efisiensi fiskal dan keberlanjutan lingkungan. Efek rumah kaca dari emisi kendaraan kita juga tidak bisa diabaikan,” jelasnya.
Sementara itu, keberadaan transportasi umum justru mengalami kemunduran drastis. Dari sekitar 1.500 unit angkot jenis Nibis yang beroperasi pada tahun 2000, kini hanya tersisa sekitar 200 armada dengan kondisi yang sebagian besar tidak layak jalan.
“Banyak angkot yang tidak lagi mengikuti uji berkala karena memang secara teknis tidak bisa lolos. Jika kami paksakan, risikonya bisa fatal bagi keselamatan penumpang,” terangnya.
Melihat kondisi itu, Pemkot Samarinda melalui Dishub telah menetapkan program konektivitas angkutan umum dalam Rencana Induk Transportasi 2020–2030. Tujuannya, menciptakan sistem transportasi berbasis angkutan umum yang terintegrasi, ramah lingkungan, dan terjangkau masyarakat.
“Kami ingin bangun sistem yang membuat warga kembali percaya pada transportasi publik. Modern, bersih, aman, dan nyaman,” kata Manalu.
Ia berharap transformasi ini mendapat dukungan semua pihak, termasuk masyarakat, pelaku usaha, dan pemerintah pusat, agar perubahan menuju mobilitas kota yang hijau dan efisien bisa benar-benar tercapai.
“Kalau kita tidak bergerak sekarang, kita akan terlambat menghadapi dampak kemacetan dan krisis lingkungan yang lebih besar,” pungkasnya.
Reporter : Fathur | Editor : Wong