Melawan Panas, Menjaga Pangan: Cerita Petani Kukar Hadapi Kemarau Panjang

1BANGSA.ID — Sinar matahari terasa lebih terik dari biasanya di hamparan sawah Desa Loa Kulu, Kutai Kartanegara. Daun padi bergoyang pelan diterpa angin kering. Di tengah suhu yang kian menyengat, para petani tetap turun ke sawah — bukan untuk menyerah pada cuaca, tapi untuk memastikan butir padi tetap tumbuh di tengah kemarau basah.

Kondisi iklim di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) saat ini memang sedang dalam fase “kemarau basah” — hujan sesekali turun, namun tidak cukup untuk menjaga pasokan air di lahan pertanian.

Namun di balik tantangan itu, ada cerita tentang ketangguhan, inovasi, dan harapan baru bagi para petani di Kukar.

“Ini sebenarnya masih kemarau basah. Sampai sejauh ini kita bersyukur lahan pertanian masih aman. Tapi kalau kemarau berlanjut lebih panjang dari perkiraan, risiko kekeringan tetap harus kita waspadai,” ujar Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Kukar, M. Taufik, saat ditemui di kantornya, Senin (25/8/2025).

Di masa lalu, kabar tentang kemarau sering membuat petani gelisah. Tanaman bisa layu, hama cepat berkembang, dan air irigasi menjadi rebutan. Tapi kini, wajah pertanian Kukar mulai berubah.
Di sejumlah kecamatan seperti Tenggarong Seberang, Loa Kulu, dan Sebulu, Distanak Kukar telah menyiagakan tim pengendali hama berbasis teknologi drone.

Bukan lagi pemandangan biasa melihat petani menyemprot tanaman dengan tangki di punggung. Kini, drone-drone kecil itu melayang di atas sawah, menyemprotkan pestisida secara presisi ke area yang terdeteksi terserang hama.

“Tim pengendali hama sudah bergerak di sejumlah titik. Kita gunakan drone agar penyemprotan lebih efisien, cepat, dan bisa menjangkau area yang luas,” jelas Taufik.

Meski hujan masih sesekali datang, ancaman hama wereng, penggerek batang, dan ulat grayak terus menghantui. Musim kemarau sering kali menjadi waktu ideal bagi hama untuk berkembang biak, sementara tanaman menjadi lebih rentan karena kekurangan air.

Distanak Kukar tidak ingin kecolongan. Para penyuluh pertanian kini bekerja 24 jam dalam sistem rotasi, memantau setiap laporan petani, sekaligus memberikan edukasi lapangan agar langkah pencegahan dilakukan lebih cepat.

“Penyuluh terus memantau kondisi tanaman, air, dan potensi hama. Koordinasi dengan petani dan pemerintah daerah menjadi kunci menjaga produktivitas,” kata Taufik.

Bagi petani Kukar, kemajuan teknologi bukan berarti meninggalkan tradisi. Mereka masih memegang nilai gotong royong, tapi kini dibarengi pemanfaatan inovasi modern.

Ali Rahman (42), seorang petani dari Loa Kulu, mengaku awalnya canggung melihat drone terbang di atas sawahnya.

“Awalnya saya kira itu cuma alat mainan. Ternyata, cepat sekali semprotannya, merata pula,” ujarnya sambil tertawa.

Kini, ia justru menjadi salah satu petani yang paling aktif melapor ke penyuluh jika menemukan gejala serangan hama di sawahnya.

“Kalau dulu harus nunggu lama baru disemprot, sekarang cepat. Kami tinggal lapor, penyuluh datang, dan drone langsung jalan,” katanya bangga.

Di tengah cuaca panas yang menantang, semangat petani di Kukar justru semakin tumbuh. Mereka tidak sekadar menanam padi, tapi juga menanam harapan baru — bahwa ketahanan pangan bisa dicapai dengan kerja sama dan keberanian mencoba hal baru.

Taufik optimistis bahwa produksi pertanian Kukar akan tetap stabil, bahkan bisa meningkat meski cuaca tak bersahabat.

“Kerja sama ini penting agar produksi padi dan komoditas pertanian lainnya tetap stabil. Petani harus aktif, penyuluh harus cepat tanggap, dan pemerintah siap mendukung,” tegasnya.

Saat sore tiba, langit Kutai Kartanegara berubah jingga. Di kejauhan, drone terakhir hari itu kembali ke titik landas setelah menyelesaikan tugasnya.

Para petani tersenyum puas, menatap hamparan sawah yang hijau kekuningan. Di balik lelah dan peluh, ada rasa bangga — karena mereka tahu, di bawah langit Kukar, pertanian tidak akan pernah padam.

Hardin | Wong | Adv

Leave A Reply

Your email address will not be published.