SAMARINDA – Wacana kembalinya Ujian Nasional (UN) dalam dunia pendidikan Indonesia kembali memanas. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menyatakan akan membuka ruang diskusi dengan berbagai pihak untuk menyerap masukan terkait kebijakan pendidikan, termasuk tentang keberlanjutan UN.
“Kami ingin kebijakan pendidikan yang tidak hanya relevan, tetapi benar-benar sesuai dengan tuntutan zaman,” ujar Mu’ti. Ia menekankan bahwa jika UN kembali diterapkan, fungsinya sebagai alat evaluasi harus lebih efektif dan tidak menjadi satu-satunya penentu kelulusan siswa.
Menanggapi wacana tersebut, Salehuddin, anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, menyatakan dukungannya terhadap pentingnya alat ukur yang akurat dalam sistem pendidikan, baik dalam bentuk UN atau metode lainnya. “Tanpa UN sekalipun, pendidikan tetap membutuhkan alat evaluasi,” tegas Salehuddin.
Salehuddin mengakui bahwa UN sempat menimbulkan pro dan kontra, namun ia menilai ujian ini memiliki nilai penting dalam mengukur kualitas pendidikan di Indonesia.
“UN tidak harus menjadi penentu utama kelulusan, tapi minimal ia bisa menunjukkan sejauh mana pembelajaran berjalan efektif,” tambahnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pengembangan berbagai metode evaluasi, seperti uji kompetensi dan survei karakter, untuk lebih memahami efektivitas kurikulum yang diterapkan di sekolah. “Evaluasi adalah hal yang wajib dalam pendidikan. Baik itu UN, uji kompetensi, atau survei karakter—semua diperlukan untuk memastikan kurikulum yang diterapkan berhasil meningkatkan kualitas pendidikan kita,” jelasnya.
Dengan beragam perspektif dan komitmen dari pihak terkait, masyarakat menaruh harapan besar bahwa apa pun kebijakan yang diambil akan membawa perbaikan nyata bagi generasi penerus bangsa. #
Reporter: Fathur | Editor: Charle | ADV DPRD Kaltim