Share Post

DPRD Samarinda Soroti Perdagangan Orang di Era Digital, Desak Tindakan Tegas

1bangsa.id, Samarinda – Modus perdagangan orang di Samarinda terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi digital. Jika sebelumnya transaksi ilegal ini terjadi di tempat-tempat tertentu, kini para pelaku memanfaatkan media sosial dan aplikasi pesan instan untuk menjalankan aksinya secara daring. Kondisi ini menjadi perhatian serius DPRD Kota Samarinda yang mendesak pemerintah dan aparat hukum untuk segera bertindak.

Ketua Komisi I DPRD Kota Samarinda, H. Samri Saputra, S.H.I., M.A.P., menilai maraknya perdagangan orang melalui platform digital menjadi tantangan baru dalam upaya pemberantasan kejahatan ini.

“Saat ini, perdagangan orang tidak lagi terjadi di tempat-tempat tertentu yang bisa diawasi dengan mudah. Dengan media digital, transaksi bisa dilakukan tanpa pertemuan langsung, sehingga lebih sulit dideteksi,” ungkapnya. Kamis (27/2/2025).

DPRD Samarinda mendorong pemerintah daerah dan aparat kepolisian untuk meningkatkan pengawasan serta memperketat regulasi terhadap platform daring yang kerap digunakan sebagai sarana transaksi ilegal. Selain itu, masyarakat juga perlu diberikan edukasi agar lebih waspada terhadap ancaman eksploitasi, terutama kaum muda dan perempuan yang sering menjadi target utama.

Kasus Perdagangan Orang di Samarinda

Beberapa kasus perdagangan orang yang terungkap di Indonesia turut melibatkan Samarinda sebagai salah satu lokasi jaringan. Salah satu contohnya adalah pengungkapan kasus pada 2019, di mana dua tersangka yang ditangkap di Bogor diduga menjual korban ke berbagai wilayah, termasuk Samarinda. Pelaku menggunakan media sosial untuk menawarkan korban dan menetapkan tarif hingga Rp20 juta per orang.

Selain itu, data terbaru dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menunjukkan bahwa kasus perdagangan orang di Indonesia terus meningkat. Dalam periode 2020 hingga Maret 2024, tercatat 3.703 Warga Negara Indonesia (WNI) menjadi korban kejahatan berbasis daring, dengan sekitar 40 persen di antaranya merupakan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Meski belum ada laporan spesifik tentang kasus baru di Samarinda pada 2024-2025, DPRD tetap mengingatkan bahwa kota ini memiliki potensi tinggi sebagai target jaringan perdagangan orang. Oleh karena itu, langkah preventif harus segera diambil agar tidak semakin banyak korban yang jatuh akibat lemahnya pengawasan di dunia digital.

DPRD Minta Regulasi Diperkuat

Melihat perkembangan ini, DPRD Kota Samarinda mendesak adanya langkah konkret dari pemerintah untuk menangani masalah ini. Menurut Samri, diperlukan sinergi antara berbagai pihak, termasuk penegak hukum dan masyarakat, agar perdagangan orang tidak semakin berkembang di dunia maya.

“Kita tidak bisa hanya menunggu kasus terjadi baru bertindak. Harus ada penguatan regulasi dan pengawasan ketat di platform digital yang digunakan untuk transaksi perdagangan manusia. Selain itu, penegakan hukum harus tegas agar pelaku mendapat efek jera,” tegasnya.

Selain regulasi, edukasi juga dianggap sebagai langkah penting untuk mencegah semakin banyaknya korban. Samri menekankan pentingnya sosialisasi kepada masyarakat mengenai modus-modus baru yang digunakan oleh pelaku perdagangan orang, terutama di era digital saat ini.

DPRD Samarinda berharap dengan adanya langkah proaktif dari pemerintah dan aparat hukum, serta kesadaran masyarakat yang lebih tinggi, angka perdagangan orang di kota ini bisa ditekan secara signifikan.

Reporter: Fathur | Editor: Wong | ADV

Share Post
Leave A Reply

Your email address will not be published.