Polemik Gugatan Mentan terhadap Tempo, Antara Etika Jurnalistik dan Kebebasan Pers

1BANGSA.ID – Gugatan perdata sebesar Rp200 miliar yang dilayangkan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman terhadap majalah Tempo kini menjadi salah satu sorotan besar di ranah hukum dan kebebasan pers Indonesia. Sengketa ini menimbulkan perdebatan luas: apakah langkah hukum Kementan merupakan upaya menjaga etika jurnalisme, atau justru ancaman bagi kemerdekaan pers?

Kronologi Kasus

  • 16 Mei 2025
    Tempo mengunggah poster dan motion graphic berjudul “Poles-Poles Beras Busuk” di akun X dan Instagram, sebagai promosi artikel “Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Cadangan Beras Sepanjang Sejarah”. Artikel tersebut membahas kebijakan Bulog menyerap gabah kualitas campuran hingga berdampak pada rusaknya beras di gudang.

  • Juni 2025
    Kementerian Pertanian (Kementan) mengadukan kasus ini ke Dewan Pers. Setelah kajian, Dewan Pers menilai poster Tempo melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Pasal 1 (akurasi) dan Pasal 3 (mencampuradukkan fakta dan opini). Dewan Pers kemudian memberi rekomendasi agar Tempo mengubah poster, memoderasi komentar, serta meminta maaf kepada publik.

  • 19 Juni 2025
    Tempo mengklaim telah melaksanakan seluruh rekomendasi Dewan Pers, termasuk mengubah judul poster menjadi “Main Serap Gabah Rusak” dan mempublikasikan klarifikasi.

  • 1 Juli 2025
    Mentan Amran Sulaiman mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, menuntut ganti rugi Rp200 miliar atas dugaan perbuatan melawan hukum.

  • Juli – September 2025
    Proses mediasi di pengadilan dilakukan sebanyak lima kali. Tempo selalu hadir, sementara Amran tidak pernah menghadiri langsung mediasi. Perdamaian pun gagal tercapai.

  • 15 September 2025
    Sidang perdana digelar di PN Jakarta Selatan. Amran tidak hadir, hanya diwakili pengacaranya, sementara Tempo hadir bersama pengacara publik LBH Pers.

Kepala Biro Hukum Kementan, Indra Zakaria Rayusman, menegaskan gugatan ini bukan upaya membungkam pers, melainkan menuntut tanggung jawab atas pelanggaran etika. Kementan menilai Tempo belum sepenuhnya melaksanakan rekomendasi Dewan Pers.

“Kementan tidak anti kritik, namun yang kami harapkan adalah kontrol sosial yang profesional, akurat, dan berimbang. Gugatan ini murni perdata, bukan pidana,” ujarnya.

Kementan juga menyebut hasil monitoring internal menunjukkan 79 persen pemberitaan Tempo tentang Kementan bernuansa negatif, sehingga merugikan citra kementerian.

Di sisi lain, Direktur LBH Pers Mustafa Layong menyayangkan langkah hukum Mentan. Menurutnya, Tempo sudah melaksanakan rekomendasi Dewan Pers tepat waktu, bahkan tanpa diminta melakukan hak jawab.

“Menilai karya jurnalistik sebagai perbuatan melawan hukum adalah keliru. Gugatan ini cenderung masuk kategori Unjustified Lawsuit Against the Press (ULAP), yang berpotensi membungkam kebebasan pers,” ujar Mustafa.

LBH Pers menekankan, berita Tempo tentang kebijakan Bulog adalah bentuk kontrol sosial yang dijamin oleh UU Pers No. 40 Tahun 1999.

Analisis dan Implikasi

Sengketa ini menjadi kasus penting karena menyangkut dua aspek mendasar: tanggung jawab media dalam menjaga etika jurnalistik dan kebebasan pers dalam menjalankan fungsi kontrol.

Jika gugatan Kementan dikabulkan, hal ini berpotensi membuka pintu bagi pejabat publik lain untuk menggunakan instrumen hukum perdata dalam menekan media. Sebaliknya, jika gugatan ditolak, kasus ini bisa mempertegas posisi Dewan Pers sebagai lembaga penyelesai sengketa pers yang sahih.

Gugatan Mentan terhadap Tempo menempatkan publik pada dilema antara menjaga integritas jurnalisme dan melindungi kebebasan pers. Apapun putusan pengadilan nantinya, kasus ini akan menjadi preseden penting dalam praktik demokrasi di Indonesia. #

Reporter: Wong

Leave A Reply

Your email address will not be published.