1BANGSA.ID- Menjelang hari Natal 25 Desember 2022 dan rumah-rumah umat Nasrani dihiasi pohon Natal, penting juga diketahui mengenai apa itu Natal. Tentang sejarahnya dan kapan mulai ada perayaan hari Natal.
Berikut penjelasannya melalui artikel yang dicuplik dari wikipedia.
Natal (serapan dari bahasa Portugis: Natal, berarti “kelahiran”) adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember; dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember. Beberapa gereja Ortodoks merayakan Natal pada tanggal 6 Januari (lihat pula Epifani).
Dalam tradisi barat, peringatan Natal juga mengandung aspek non-agamawi. Beberapa tradisi Natal yang berasal dari Barat antara lain adalah pohon Natal, kartu Natal, bertukar hadiah antara teman, dan anggota keluarga serta kisah tentang Santa Klaus atau Sinterklas.
Etimologi
Kata “natal” diserap dari bahasa Portugis, yaitu natal, yang diturunkan dari ungkapan bahasa Latin Dies Natalis (Hari Lahir), merupakan bentukan kata kerja nāscor (nāsceris, nāscī, nātus sum).[1][a] Kata tersebut juga dipakai dalam bahasa-bahasa Roman lainnya, seperti natale (Italia), dan nadal (Katala). Kata nadal dalam bahasa Spanyol mulai usang dan secara bertahap kata navidad mulai sering dipakai untuk merujuk hari natal.[4]
Dalam Alkitab bahasa Indonesia sendiri tidak dijumpai kata “Natal”, yang ada hanya kelahiran Yesus.
Kelahiran Yesus menurut Alkitab
Cerita kelahiran Yesus dalam Injil Perjanjian Baru ditulis dalam kitab Matius (Matius 1:18-2:23) dan Lukas (Lukas 2:1-21).
Menurut Lukas, Maria mengetahui dari seorang malaikat bahwa dia telah mengandung dari Roh Kudus tanpa persetubuhan. Setelah itu dia dan suaminya Yusuf meninggalkan rumah mereka di Nazaret untuk berjalan ke kota Betlehem untuk mendaftar dalam sensus yang diperintahkan oleh Agustus, Kaisar Romawi pada saat itu. Karena mereka tidak mendapat tempat untuk menginap di kota itu, bayi Yesus dibaringkan di sebuah palungan (malaf).[5][6] Kelahiran Kristus di Betlehem Efrata, Yudea, di kampung halaman Daud, nenek moyang Yusuf, memenuhi nubuat nabi Mikha (Mikha 5:1-2). (Di Israel purba mereka mengenal ada dua kota Betlehem, kota Betlehem satunya lagi berada di tanah Zebulon.)
Matius mencatat silsilah dan kelahiran Yesus dari seorang perawan, dan kemudian beralih ke kedatangan orang-orang majus dari Timur—yang diduga adalah Arabia atau Persia—untuk melihat Yesus yang baru dilahirkan. Orang-orang bijak tersebut mula-mula tiba di Yerusalem dan melaporkan kepada raja Yudea, Herodes Agung, bahwa mereka telah melihat sebuah bintang—yang sekarang disebut Bintang Betlehem—menyambut kelahiran seorang raja. Penelitian lebih lanjut memandu mereka ke Betlehem Yudea dan rumah Maria dan Yusuf. Mereka mempersembahkan emas, kemenyan, dan mur kepada bayi Yesus. Ketika bermalam, orang-orang majus itu mendapatkan mimpi yang berisi peringatan bahwa Raja Herodes merencanakan pembunuhan terhadap anak tersebut. Karena itu mereka memutuskan untuk langsung pulang tanpa memberitahu Herodes suksesnya misi mereka. Matius kemudian melaporkan bahwa keluarga Yesus kabur ke Mesir untuk menghindari tindakan Raja Herodes yang memutuskan untuk membunuh semua anak di bawah dua tahun di Betlehem untuk menghilangkan saingan terhadap kekuasaannya. Setelah kematian Herodes, Yesus dan keluarga kembali dari Mesir, tetapi untuk menghindar dari raja Yudea baru (anak Herodes Agung, yakni Herodes Arkhelaus) mereka pergi ke Galilea dan tinggal di Nazaret.
Sisi lain dari cerita kelahiran Yesus yang disampaikan oleh kitab Injil Lukas adalah penyampaian berita itu oleh para malaikat kepada para gembala. Dalam Injil Matius dicatat bahwa ada orang-orang Majus dari Timur datang ke Yudea karena melihat sebuah bintang yang besar bersinar di atas wilayah Yerusalem. Mereka mengikuti bintang itu hingga ke kota Betlehem, tempat kelahiran Yesus. Beberapa astronom dan sejarawan telah berusaha menjelaskan gabungan sejumlah peristiwa angkasa yang dapat ditelusuri yang mungkin dapat menerangkan penampakan bintang raksasa yang tidak pernah dilihat sebelumnya itu, pendapat yang paling kuat adalah dari Johannes Kepler, yang menerangkan bahwa Bintang Natal atau Bintang Betlehem itu secara astronomik adalah konjungsi planet Jupiter dan Saturnus pada konstalasi Pisces. Dan konjungsi ini memang benar terjadi pada bulan Desember tahun 7 SM. Mula-mula orang-orang Majus itu bertanya-tanya kepada penduduk Yerusalem, kemudian mereka dibawa menghadap raja Herodes. Raja Herodes bertanya kepada ahli kitab, di mana Mesias akan dilahirkan. Berdasarkan Alkitab, Mesias akan dilahirkan di Betlehem dan informasi ini dipakai untuk membantu para orang majus mengetahui letak di mana Yesus dilahirkan. Herodes minta akan setelah bertemu bayi itu agar mereka kemudian dapat melaporkan kepada Herodes. Tetapi karena mengetahui niat Herodes yang jahat, para orang majus tidak kembali melaporkan kepada Herodes.
Asal-mula peringatan Natal
Peringatan hari kelahiran Yesus tidak pernah mendapat perhatian khusus dari Kristus untuk dilakukan, seperti peringatan Perjamuan Kudus, tetapi bukan berarti Yesus menolak peringatan sebuah hari raya yang bukan bagian dari perintah Tuhan. Yesus bahkan menghadiri sebuah perayaan Hari Raya Penahbisan Bait Suci atau Hanukkah, sebuah hari raya yang muncul pada zaman intertestamental. Cerita dari Perjanjian Baru tidak pernah menyebutkan adanya perayaan hari kelahiran Yesus dilakukan oleh gereja awal, tentu saja hal itu bisa dipahami karena gereja masih sangat belia, yang lebih diutamakan adalah misi penyebaran Injil. Klemens dari Aleksandria mengejek orang-orang yang berusaha menghitung dan menentukan hari kelahiran Yesus. Pada abad-abad pertama, hidup kerohanian anggota-anggota jemaat lebih diarahkan kepada kebangkitan Yesus. Natal tidak mendapat perhatian. Perayaan hari ulang tahun umumnya – terutama oleh Origenes – dianggap sebagai suatu kebiasaan kafir: orang orang seperti Firaun dan Herodes yang merayakan hari ulang tahun mereka. Orang Kristen tidak berbuat demikian: orang Kristen merayakan hari kematiannya sebagai hari ulang tahunnya.
Namun, di sebelah Timur orang telah sejak dahulu memikirkan mukjizat pemunculan Allah dalam rupa manusia. Menurut tulisan-tulisan lama suatu sekte Kristen di Mesir telah merayakan “pesta Epifania” (pesta Pemunculan Tuhan) pada tanggal 4 Januari. Namun, yang dimaksudkan oleh sekte ini dengan pesta Epifania ialah munculnya Yesus sebagai Anak Allah, yaitu pada saat Ia dibaptis di sungai Yordan. Gereja sebagai keseluruhan bukan saja menganggap baptisan Yesus sebagai Epifania, tetapi terutama kelahiran-Nya di dunia. Sesuai dengan anggapan ini, Gereja Timur merayakan pesta Epifania pada tanggal 6 Januari sebagai pesta kelahiran dan pesta baptisan Yesus.
Perayaan kedua pesta ini berlangsung pada tanggal 5 Januari malam (menjelang tanggal 6 Januari) dengan suatu tata ibadah yang indah, yang terdiri dari Pembacaan Alkitab dan puji pujian. Ephraim dari Syria menganggap Epifania sebagai pesta yang paling indah. Ia katakan: “Malam perayaan Epifania ialah malam yang membawa damai sejahtera dalam dunia. Siapakah yang mau tidur pada malam, ketika seluruh dunia sedang berjaga jaga?” Pada malam perayaan Epifania, semua gedung gereja dihiasi dengan karangan bunga. Pesta ini khususnya dirayakan dengan gembira di gua Betlehem, tempat Yesus dilahirkan.
Sejarah
Perayaan Natal baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir). Para teolog Mesir menunjuk tanggal 20 Mei tetapi ada pula pada 19 atau 20 April. Di tempat-tempat lain perayaan dilakukan pada tangal 5 atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember. Perayaan pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima secara luas pada abad ke-5. Ada berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat non-Kristen pada bulan Desember.
Tanggal
Yusuf, Maria, dan bayi Yesus
Ada pendapat yang berkata bahwa tanggal 25 Desember bukanlah tanggal hari kelahiran Yesus. Pendapat ini diperkuat berdasarkan kenyataan bahwa pada malam tersebut para gembala masih menjaga dombanya di padang rumput. (Lukas 2:8). Pada bulan Desember tidak mungkin para gembala masih bisa menjaga domba-dombanya di padang rumput sebab musim dingin pada saat tersebut telah tiba jadi sudah tidak ada rumput yang tumbuh lagi. Para pendukung tanggal kelahiran bulan Desember berpendapat meski musim dingin, domba-domba tetap tinggal di kandangnya di padang rumput dan tetap dijaga oleh gembala, dan meski tidak ada rumput, padang rumput tetaplah disebut padang rumput. Kenyataan bahwa kota Betlehem tidak selalu bersalju, jikalau pun turun salju, apa yang dimaksud Padang Rumput adalah tempat penjagaan domba semacam menara yang disebut “Migdal Eder”. Menara itu dibuat untuk menyediakan domba sepanjang tahun karena hampir setiap bulan, umat Yahudi memiliki perayaan yang membutuhkan domba termasuk di Bulan Desember.
Ada juga pendapat yang berkata bahwa perayaan Natal bersumber dari tradisi Romawi pra-Kristen, peringatan bagi dewa pertanian Saturnus jatuh pada suatu pekan pada bulan Desember dengan puncak peringatannya pada hari titik balik musim dingin (winter solstice) yang jatuh pada tanggal 25 Desember dalam kalender Julian. Peringatan yang disebut Saturnalia tersebut merupakan tradisi sosial utama bagi bangsa Romawi. Agar orang-orang Romawi dapat menganut agama Kristen tanpa meninggalkan tradisi mereka sendiri, atas dorongan dari kaisar Kristen pertama Romawi, Konstantin I, Paus Julius I memutuskan pada tahun 350 bahwa kelahiran Yesus diperingati pada tanggal yang sama. Namun pandangan ini disanggah oleh Gereja Ritus Timur, karena Gereja Ritus Timur sudah merayakan kelahiran Yesus sejak abad ke-2, sebelum Gereja di Roma menyatakan perayaan Natal pada tanggal 25 Desember.
Oleh karena itu, ada beberapa aliran Kristen yang tidak merayakan tradisi Natal karena dianggap berasal dari tradisi kafir Romawi, yaitu aliran Gereja Yesus Sejati, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, kaum Yahudi Mesianik. Saksi-Saksi Yehuwa juga tidak merayakan Natal.
Namun pendapat-pendapat mengenai keterkaitan perayaan Natal dengan tradisi pagan tersebut sudah usang dan banyak ditinggalkan. Penanggalan Natal 25 Desember yang dianggap sebagai ritus pagan sebenarnya baru dimasalahkan abad 18 oleh Paul Ernst Jablonsky. Menurut teolog dari Jerman ini, Perayaan Natal tanggal 25 Desember berasal dari ritus pagan “Natalis Sol Invicti” (Lahirnya Dewa Matahari yang tak terkalahkan). Anehnya, teori spekulatif ini tidak merujuk dokumen-dokemen kuno ini, malah diikuti oleh rahib Benedictan. Dan sejak beberapa encyclopedia mengutipnya tak “check and recheck”, teori asumsi ini menyebar ke seluruh dunia.
Faktanya Paus Telesporus di Roma sudah merayakan misa malam Natal 24 Desember sejak tahun 125. Lalu Uskup Theofilus di Kaesarea merayakan Natal 25 Desember 160. Meskipun tanggal kelahiran Yesus ini baru dikanonkan tahun 189, tak lama sesudah Demetrius I menjadi Patriarkh Gereja Alexandria l, namun ini sangat jauh sebelum munculnya kultus perayaan dewa Matahari di Roma tahun 274. Jadi perayaan Natal sebagai tanggal kelahiran Yesus sudah ada lebih dahulu sebelum perayaan dewa Matahari.
Bahkan dalam catatan bapa-bapa gereja masa terawal dan penulis kuno lain, seperti Ireneus, Hypolitus dan Yulius Africanus juga sudah menuliskan ANNUNCIATIO CHRISTI (Kabar Gembira Malaikat Jibril kepada Bunda Maria akan lahirnya Kristus) terjadi pada tanggal 25 Maret (kalender Ibrani 15 Nisan). Karena itu, sembilan bulan setelah Maret akan jatuh 25 Desember.
Ada sejumlah naskah kuno yang mencatat bahwa Yesus ditempatkan di rahim Maria tanggal 25 Desember.[7] Penafsiran Kitab Hagai mengindikasikan tanggal itu merupakan tanggal datangnya Yesus ke dalam rahim Maria, yaitu Hagai 2:19-20:
“ Perhatikanlah mulai dari hari ini dan selanjutnya–mulai dari hari yang kedua puluh empat bulan kesembilan. Mulai dari hari diletakkannya dasar bait TUHAN perhatikanlah apakah benih masih tinggal tersimpan dalam lumbung, dan apakah pohon anggur dan pohon ara, pohon delima dan pohon zaitun belum berbuah? Mulai dari hari ini Aku akan memberi berkat! ”
Tanggal 24 bulan ke-9 (Kislew) dalam kalender Yahudi jatuh sekitar tanggal 25 Desember dalam kalender Gregorian.
Meskipun kapan Hari Natal jatuh masih menjadi perdebatan, agama Kristen pada umumnya sepakat untuk menetapkan Hari Natal jatuh setiap tanggal 25 Desember dalam Kalender Gregorian ini didasari atas kesadaran bahwa penetapan hari raya liturgis lain seperti Paskah dan Jumat Agung tidak didapat dengan pendekatan tanggal pasti namun hanya berupa penyelenggaraan kembali acara-acara tersebut dalam satu tahun liturgi, yang bukan mementingkan ketepatan tanggalnya namun esensi atau inti dari setiap peringatan tersebut untuk dapat diwujudkan dari hari ke hari.
Tahun
Tahun kalender Masehi diciptakan pada abad ke-6 oleh seorang biarawan yang bernama Dionysius Exiguus. Tahun Masehi yang kita gunakan sekarang ini disebut juga anno Domini (Tahun Tuhan).
Bagaimana ia bisa mengetahui bahwa Tuhan Yesus dilahirkan pada tahun 1 SM? Ia mengambil data dari catatan sejarah yang menyatakan bahwa pada tahun 754 kalender Romawi itu adalah tahun ke 15 dari pemerintahan Kaisar Tiberius seperti yang tercantum di Lukas 3:1-2. Data inilah yang dijadikan patokan olehnya untuk mengawali tahun 1 SM.
Di samping itu ia juga mengambil data dari Lukas 2:1-2 yang menyatakan bahwa Kirenius (Gubenur dari Siria) pertama kali menjalankan program sensus.
Walaupun demikian masih juga orang yang meragukannya, sebab menurut sejarahwan Yahudi yang bernama Flavius Yosefus, raja Herodes meninggal dunia pada tahun 4 SM sehingga konsekuensinya tanggal lahir Yesus harus dimundurkan sebanyak empat tahun. Tapi teori ini pun tidak benar, sebab ia menganalisis tahun tersebut berdasaran adanya gerhana bulan pada tahun saat Herodes meninggal dunia yang terjadi di Yerusalem pada tanggal 13 Maret tahun 4 SM.
Gembala di musim dingin
Ada pendapat bahwa mustahil Yesus dilahirkan pada bulan Desember karena itu merupakan jatuh pada musim dingin dan para gembala tidak akan menggembalakan domba-dombanya diluar, sebab Lukas 2:1 mencatat bahwa di daerah itu ada gembala-gembala yang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Namun faktanya, suhu rata-rata Bethlehem pada musim dingin antara 13,5 sampai 5,5 derajat Celsius, sedangkan salju biasanya turun di bawah nol derajat, karena hawa kota kelahiran Yesus itu dan sekitarnya cukup hangat untuk domba-domba tetap digembalakan. Lagi pula, domba-domba yang dimaksud dalam Luk. 2:1 bukanlah domba-domba biasa, tetapi sejajar dengan informasi Mishnah, Shekalim 7:4 בְּהֵמָה שֶׁנִּמְצְאוּ מִירוּשָׁלַיִם וְעַד מִגְדַּל עֵדֶר “behemah shenimetseu mirusalaim we ‘ad Migdal Eder” (binatang-binatang yang ditemukan di sebuah tempat dari Yerusalem sampai Migdal Eder).6) Inilah domba-domba kurban di Bait Suci, yang dijaga oleh gembala-gembala khusus di tempat tertutup yang dikelilingi benteng, sehingga domba-domba itu bisa merumput, pada saat musim panas maupun musim hujan” (Talmud, Bezah 40a, dan Tsepta Bezah 4:6). sejarawan kuno Eusebius dari Caesaria (265-340), ketika mengunjugi Betlehem pada zamannya, mencatat: “Migdal Eder yang terletak seribu kaki dari Yerusalem adalah tempat para gembala menerima kabar kelahiran Kristus”. Dan ini bukan “tafsiran subyektif Kristen”, para rabbi Yahudi pun mengakuinya. Targum Yonathan menerjemahkan frasa וְאַתָּ֣ה מִגְדַּל־עֵ֗דֶר “We attah Migdal ‘Eder” (Hai engkau Menara Kawanan Domba) dalam Mikha 4:8 ואַת מְשִׁיחָא דְיִשׁרָאֵל “W’at Meshîhâ deYishra’el” (Hai Mesias Israel). Targum Pseudo-Yonathan menyebut Miqdal ‘Eder dalam Kej. 35:21, tempat Yakub memasang kemahnya, sebagai tempat Raja Mesiah akan menyatakan diri-Nya pada hari-hari akhir.7). #
Sumber: wikipedia