Share Post

Seno Aji Respon Demo Driver Online: Jika Bandel, Kantor Aplikator Kami Tutup

1BANGSA.ID, Samarinda – Ribuan mitra pengemudi ojek dan taksi online yang tergabung dalam Aliansi Mitra Kaltim Bersatu (AMKB), sebuah aliansi gabungan komunitas dan perkumpulan driver online di Kalimantan Timur, menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Kalimantan Timur, Selasa, (20/5/2025).

Aksi ini merupakan bagian dari gerakan nasional serentak yang dilakukan bersama Forum Diskusi Transportasi Online Indonesia (FDTOI) di 20 provinsi, sebagai bentuk protes terhadap ketimpangan sistem tarif dan ketidakjelasan regulasi transportasi daring di Indonesia.

Dengan jumlah anggota yang diklaim mencapai 10.000 orang di seluruh wilayah Kalimantan Timur, AMKB menyuarakan lima tuntutan nasional, mulai dari penetapan tarif dasar yang adil hingga penghentian program promosi yang dinilai merugikan pengemudi.

“Kami bekerja, bukan mengemis. Maka kami minta keadilan dan kepastian hukum dalam ekosistem transportasi online,” tegas Ivan Jaya, Koordinator Lapangan AMKB, dalam orasinya.

Aksi damai ini membawa lima tuntutan yang menjadi inti keresahan para pengemudi:

1. Kenaikan tarif bersih layanan pengantaran penumpang roda dua dan penghapusan biaya tambahan yang dibebankan kepada pelanggan.

2. Penetapan regulasi dan tarif dasar untuk layanan pengantaran makanan dan barang.

3. Kepastian tarif bersih untuk layanan taksi online roda empat dan penghapusan biaya tambahan serupa.

4. Pembentukan Undang-Undang Transportasi Online yang mengatur ekosistem secara komprehensif.

5. Penghentian program promosi dari aplikator seperti “akses hemat”, “slot operasional”, dan “double order” yang dinilai memotong pendapatan driver.

Ivan menjelaskan, praktik tarif saat ini sangat tidak transparan.

“Kami tidak tahu berapa yang dibayar pelanggan sebenarnya, tapi kami sering hanya menerima Rp2.000 sampai Rp5.000 untuk order makanan. Bahkan kadang pelanggan bayar tarif reguler, tapi aplikasi hanya kasih kami sebagian kecil. Itu menyakitkan,” ungkapnya.

Perwakilan AMKB juga berharap agar ini tidak hanya menjadi simbol dukungan, tapi benar-benar menghasilkan perubahan sistemik.

“Kami ingin pengakuan resmi terhadap pekerjaan kami. Jangan cuma dianggap mitra, tapi hak-hak kami tak diatur. Kami butuh kejelasan hukum,” tegas Ivan.

Meski pemerintah pusat belum memberikan kepastian soal rencana pembentukan UU Transportasi Online, para driver berharap suara mereka kini lebih diperhatikan.

“Ini bukan aksi pertama kami, tapi kami berharap ini menjadi yang terakhir. Bukan karena lelah, tapi karena kami ingin segera bekerja dalam sistem yang adil dan transparan,” kata Ivan.

Aksi ini mendapat respons langsung dari Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Seno Aji, yang hadir menerima perwakilan driver dalam audiensi. Dalam pernyataannya kepada media, Seno menyampaikan sikap tegas terhadap salah satu aplikator yang dianggap tidak kooperatif.

“Saya mengecam ketidakhadiran Maxim dalam audiensi. Sudah tiga kali kami undang, mereka tidak pernah datang. Maka kami akan keluarkan surat peringatan ketiga, SP terakhir, dan bila mereka tetap membandel, kami akan tutup operasional Maxim di Kalimantan Timur,” ucap Seno.

Menurutnya, penegakan aturan menjadi prioritas pemerintah daerah.

“Kalau tidak mau ikut aturan main di daerah, lebih baik tidak usah beroperasi. Ini bukan wilayah liar. Kami punya SK Gubernur dan acuan regulasi dari pusat,” lanjutnya.

Pemerintah Provinsi Kaltim juga berkomitmen mengawal aspirasi ini hingga ke tingkat nasional.

“Kami akan berkirim surat resmi kepada Menteri Perhubungan hari ini juga. Agar segera diterbitkan undang-undang khusus untuk transportasi online, supaya tidak rancu, dan semua aplikator tunduk pada aturan nasional,” kata Seno Aji.

Menanggapi permintaan driver yang juga hendak menyuarakan tuntutan langsung ke pusat, Seno menyatakan dukungan penuh.

“Kami akan fasilitasi keberangkatan perwakilan driver dari Kalimantan Timur untuk bertemu dengan kementerian di Jakarta. Mereka akan bergabung dengan delegasi dari 20 provinsi lainnya,” ujarnya.

Salah satu sorotan tajam dalam aksi ini adalah ketimpangan potongan dan sistem promosi yang dianggap tidak adil. Driver ojek online mengaku, meski pelanggan membayar hingga Rp15.000–Rp20.000, mereka hanya menerima sebagian kecil, selebihnya dipotong oleh aplikator melalui mekanisme “jasa aplikasi” yang belum diatur oleh hukum.

“Bayangkan, saya antar makanan 5 km, dibayar Rp18.000 sama pelanggan, saya hanya terima Rp4.000. Mana cukup untuk bensin dan makan? Ini bukan promo, ini penindasan,” ujar Rian, seorang driver makanan dari Balikpapan.

Mereka juga menyebut adanya ketimpangan antara tarif motor dan mobil yang terlalu tipis, hanya sekitar Rp2.000.

“Bayar Rp30.000, driver mobil cuma dikasih Rp12.000. Terus siapa yang menikmati sisanya?” tanya Umar, pengemudi taksi online dari Samarinda.

Reporter : Yani | Editor : Wong

Share Post
Leave A Reply

Your email address will not be published.