SAMARINDA- Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Timur kembali memfasilitasi pertemuan warga Perum Korpri Loa Bakung dengan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Biro Hukum Provinsi Kaltim, Kajati Kaltim, Biro pemerintahan dan OTDA Setda Kaltim, Kanwil ATR/BPN Kaltim, serta Inspektorat, di Gedung E lantai 1, Selasa (10/10/2023).
Rapat Dengar Pendapat (RPD) ini berkenaan dengan tindak lanjut pembahasan status Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) perumahan Korpri Loa Bakung menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
Puluhan warga yang tergabung dalam Forum Perempuan Peduli Perum Korpri Loa Bakung (FPPPKL) Samarinda tampak memenuhi ruang rapat yang dipimpin Anggota Komisi II DPRD Kaltim Sapto Setyo Pramono.
Ditemui wartawan usai memimpin rapat, Sapto mengungkapkan, bahwa ada beberapa hal yang disampaikan, salah satunya meminta difasilitasi untuk bersurat ke Mendagri perihal tanah di Perum Korpri Loa Bakung yang sudah hampir 30 tahun ini.
“Solusinya seperti apa dan harus bagaimana? Nanti ada jawaban resminya. Pahit pun harus disampaikan dan manis pun juga harus disampaikan sehingga kita bisa mengambil langkah seperti apa yang akan diambil,” katanya.
Dalam rangka ini juga, untuk memaksimalkan dan memastikan masalah itu DPRD merencanakan membawa 3 orang perwakilan warga bertemu dan berkonsultasi langsung dengan Kemendagri.
“Kita juga sudah bersepakat terkait akomodasi dan transportasi, kita yang bantu iuran termasuk saya, pak maskur dan ibu komariyah. Kemudian dari Kepala BPKAD juga,” kata Sapto.
Menurut Sapto sendiri, jangan sampai masyarakat menganggap bahwa Pemprov dan DPRD atau wakil Rakyat itu tidak pernah peduli dengan keluhan yang disampaikan dan ini perlu digaris bawahi.
“Dengan secara pribadi dan uang pribadi menfasilitasi warga yang seyogyanya memang tidak ada anggaran untuk itu,” katanya lebih lanjut.
Seperti diketahui, masalah legalitas tanah perumahan Korpri Loa Bakung statusnya adalah milik Pemprov sesuai dengan HPL (Hak Pengelolaan Lahan). Artinya, untuk lahannya hanya boleh dikelola, tapi bukan untuk dimiliki atau diperuntukkan buat PNS (Pegawai Negeri Sipil). Namun karena sudah begitu lama tinggal di perumahan itu, sekarang dituntut untuk menjadi SHM (Sertifikat Hak Milik).
“Tapi saya tidak tahu, apakah 100 persen di perum korpri itu masih ada PNS-nya atau sudah beralih ke pihak yang lain. Itu harus jelas runutannya dan kalau mau merubah aturannya, itu dari jakarta bukan dari kita,” kata anggota Fraksi Golkar ini.
Intruksi dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sendiri adalah mempersilakan untuk memperpanjang lagi sampai 30 tahun ke depan, sepanjang itu tidak dialih fungsikan dan diperjual belikan dengan pihak Non PNS. #
Reporter: Yani | Editor: Wong